punk from java





Punkers, Dapatkan Kenyamanan Dalam Kelompok Punk
31/08/2006 11:57
Sekelompok orang dengan dandanan stret dan rambut mohawk berbagai warna, serta mengenakan aneka aksesoris sering kita temui di beberapa sudut jalan di Jogja. Menamakan diri anak Punk, mereka memang tak lagi menjadi sebuah pemandangan asing di kota Pelajar ini. Saat berhenti di beberapa perempatan lampu lalu lintas terkadang mereka hadir dengan gitar dan nyanyiannya untuk mendapatkan sisa uang receh dari para pengendara kendaraan bermotor.
Bagi sebagian orang kejadian itu barangkali cukup mengganggu kenyamanan. Namun bagi yang telah terbiasa dan menganggapnya sebagai bagian dari kehidupan sosial, tentunya akan merasa biasa saja. Bahkan tak sedikit pula orang - terutama anak muda - yang merasa nyaman bergaul dengan mereka. Tak mengherankan bila akhir-akhir ini jumlah mereka kian bertambah. Lokasi nongkrong, atau yang sering mereka sebut sebagai skenan, pun kian menyebar.
Bila awalnya hanya ada beberapa skenan terkenal seperti Wirobrajan dan Munggur, kini ada beberapa tempat baru seperti perempatan Jetis yang menjadi tempat berkumpulnya kelompok ini. DI tempat-tempat inilah mereka kerap berkumpul dan tampak menikmati berbagai hal yang ingin mereka lakukan.
Berbeda dengan kebanyakan komunitas lainnya, kelompok punk ini tak terlalu mempedulikan sekitarnya. Seperti beberapa remaja berdandan punk di dekat sebuah kafe di Selokan Mataram. Mereka menjadi tukang parkir para pengunjung kafe di tempat itu. Karena sering dikunjungi oleh teman-temannya dengan dandanan serupa, lokasi ini pun terkadang dijadikan tempat nongkrong kelompok punk. Jika para pengunjung kafe mengobrol dengan santai sambil menyeruput hidangan kopi di ruangan yang didesain untuk menimbulkan kenyamanan, mereka - dengan kualitas kenyamanan yang mungkin sama - bertukar cerita di tengah jalan.
Tak terlalu memikirkan pendapat orang rupanya, menurut mereka, memunculkan kebebasan berbeda. Bisa berdandan dengan berbagai aksesoris yang menambah rasa percaya diri dan berkumpul di mana pun untuk berbagi cerita dengan teman yang menerima mereka apa adanya adalah hal yang sangat berarti. Uis dan Kucil mengaku bahwa awalnya mereka ingin menghindar dari masalah keluarga. Setelah bergabung dengan kelompok ini mereka merasa senang dan nyaman.    
Beberapa orang barangkali melihat mereka sebagai sebuah kelompok pengangguran yang tidak menjadi bagian dari salah satu lembaga pendidikan, walau masih berada dalam usia sekolah. Namun anggapan itu ternyata tak sepenuhnya benar. Sebagian dari mereka adalah pelajar dan mahasiswa yang masih menjadi bagian dari berbagai sekolah dan perguruan tinggi di Jogja. Para punk pemula seperti di skenan depan SMP 6 sendiri rata-rata masih pelajar SMP dan SMA, bahkan ada pula yang masih SD.
Mengenai aktivitas, sebagian dari mereka memiliki berbagai pekerjaan. Selain menjadi tukang parkir seperti yang dilakukan Uis yang telah bergabung dalam kelompok ini selama 3 tahun, ada pula yang membantu di sebuah tempat makan lesehan seperti Simbah dan delapan teman lainnya. Seperti layaknya orang lain, dapat makan dan membeli barang dari hasil keringat sendiri menjadi suatu kebanggaan bagi mereka.
Selain bekerja, kelompok punk di Jogja juga kerap mengadakan acara bersama. Hari Minggu sering mereka jadikan waktu untuk berkumpul dan menggelar aksi bersama seperti konser kecil-kecilan. Dalam acara ini akan ada berbagai aliran yang saling berunjuk kebolehan masing-masing. Pada kesempatan ini pula lah mereka yang baru mencoba memasuki dunia punk ikut berdandan atau nge-dress. Pada hari-hari biasa mereka akan kembali ke sken masing-masing. "Kalau lagi pengen ya ngamen, kalau nggak ya cuma nongkrong kayak gini," ungkap Deni. 
Meski nongkrong sepanjang waktu di pinggir jalan, mereka tidak lupa berangkat ke sekolah. Bahkan jika ada teman yang kelamaan membolos, sebagian dari mereka akan mengingatkan untuk kembali ke sekolah. Ketinggalan pelajaran mungkin menjadi salah satu konsekuensi. Bahkan jika ada pekerjaan rumah, mereka kadang terpaksa mengerjakannya pagi-pagi di sekolah. Gangguan mengantuk di sekolah mereka akui tidak ada karena mereka telah terbiasa.
punk from java punk from java Reviewed by Unknown on 01.13 Rating: 5

Tidak ada komentar